Subscribe
Add to Technorati Favourites
Add to del.icio.us
,
Jumat, 23 Desember 2011

Pembantaian OrangUtan yang Tragis

Diposting oleh Fery p


Publik terperangah atas fenomena pemusnahan orang utan yang makin dibiarkan. Pada akhir tahun 2011 ini Indonesia telah menjadi pusat perhatian dunia karena kasus pembantaian orang utan di Kalimantan Timur. Survey yang diadakan The Nature Conservancy dan 19 organisasi lain mewawancarai hampir 7000 orang di 687 desa di Kalimantan, yang menyimpulkan bahwa sedikitnya 750 ekor orang utan dibunuh pada periode April 2008 hingga September 2009.
 
Film “The Green” yang bisa diunduh gratis di www.greenthefilm.com, menceritakan kisah tragis seekor orang utan korban penggundulan hutan dan bagaimana habitat mereka dirusak oleh ekspansi perkebunan kayu dan sawit. Film langganan festival ini juga membuka mata dunia tentang kritisnya keadaan spesies orang utan sejak tahun lalu.

Prihatin dengan keadaan ini, kelompok musik Navicula meluncurkan single berjudul “Orangutan” pada 17 Desember 2011 lalu. Kabarnya, single tersebut hanya tersedia satu minggu saja untuk diunduh secara gratis di sini.

Navicula sudah banyak berkarya dengan lagu bertema lingkungan. Setidaknya dari karir mereka yang saya ikuti, ada lagu “Overkonsumsi” yang gamblang meminta pertanggungjawaban negara-negara di dunia dalam isu perubahan iklim. Ada juga lagu “Pantai Mimpi” yang menceritakan tentang eksploitasi alam Pulau Dewata, dan yang terbaru adalah “Metropolutan” yang keras menyindir kota besar macam Jakarta.

“Orangutan” sepertinya juga bukan satu-satunya tema lingkungan hidup yang akan diangkat pada album berikut Navicula. Di album ketujuh tersebut—yang rencananya bakal dirilis awal 2012—mereka juga akan mengantarkan tema yang kurang lebih sama dalam “Harimau! Harimau!” Apakah lagu tersebut akan menceritakan sekaratnya populasi harimau Sumatera dan punahnya harimau Jawa dan Bali, kita harus lihat nanti. 

Akrabnya Navicula dengan tema-tema lingkungan membuat kuartet Robi (vokal), Dankie (gitar), Made (bass) dan Gembull (drum) ini dijuluki ‘The green grunge gentlemen’. Julukan ini tak lain karena pengaruh musik 90-an grunge yang dipadu dengan isu-isu lingkungan hidup—plus perpaduan elemen budaya spiritual Bali.

Pada tanggal 17 Desember lalu, “Orangutan” tidak diluncurkan secara konvensional. Dalam event “Suara untuk Alam II”, Navicula bekerja sama dengan organisasi yang mengadvokasi isu lingkungan seperti Walhi Bali, Akarumput dan Sawit Watch. Dari ancaman terhadap spesies orang utan, isu berkembang menjadi hilangnya hutan habitat mereka dan ekspansi perkebunan yang dituding menjadi sebab utama.

Hebatnya lagi, promosi single ini ternyata sama sekali tidak menggunakan kertas baru. Manajemen Navicula hanya menggunakan kertas bekas dan jalur promosi online. “Karena industri kertas adalah salah satu pemeran penting dalam penebangan hutan tropis; habitat orang utan #SaveOrangutans”, kata mereka di akun twitter @naviculamusic. Pada acara peluncuran, diadakan lelang barang seni bertemakan orang utan. Dana yang berhasil dikumpulkan disumbangkan ke Walhi Bali dan organisasi untuk pelestarian orang utan.

Seperti yang dinyatakan oleh Erik Meijaard, salah satu pelaku survey yang disebut di atas, kasus pembantaian orang utan hanya disikapi adem ayem saja oleh masyarakat, konsumen, bahkan organisasi lingkungan. Padahal banyak yang bisa kita lakukan.

Apa yang dilakukan Navicula dengan single “Orangutan” adalah upaya untuk meningkatkan kesadaran orang tentang ancaman terhadap spesies orang utan, juga lingkungan kita secara umum.
“Orang utan akan jadi legenda,” demikian refrain di single tersebut yang dinyanyikan berulang-ulang. Jangan sampai terjadi.
(Sumber : http://id.omg.yahoo.com/blogs/mohammed-ikhwan/)

0 komentar:

Posting Komentar